Angka Kekerasan Anak dan Perempuan Menurun, Tapi Luka Masih Menganga
Oleh: Dewi Wilonna – Reporter Sungai Penuh
SUNGAI PENUH – Angin segar tengah berembus di Kota Sungai Penuh. Setelah sempat meningkat tajam pada tahun sebelumnya, angka kekerasan terhadap anak dan perempuan di tahun 2025 menunjukkan tren penurunan yang cukup signifikan. Hingga bulan Agustus tahun ini, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DPPPA Kota Sungai Penuh mencatat sebanyak 25 kasus, turun dari 53 kasus pada tahun 2024 dan 28 kasus di tahun 2023.
Meski jumlahnya berkurang, kisah-kisah di balik data itu tetap menyayat hati. Dari 25 kasus yang tercatat, mayoritas melibatkan korban maupun pelaku dari kalangan pelajar. Bahkan, sebagian besar kekerasan justru terjadi dalam lingkup yang paling dekat: keluarga dan lingkungan pergaulan sehari-hari.
“Pelakunya bisa suami terhadap istri, kakak terhadap adik, atau teman sebaya di sekolah,” ujar Darnanto, Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak DPPPA Kota Sungai Penuh. Ia juga menambahkan, banyak kekerasan terhadap anak terjadi di jenjang usia sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, yang dipicu oleh minimnya perhatian dari orang tua.
Di tengah gemuruh angka statistik, suara-suara korban seringkali tenggelam. Namun lembaga perlindungan anak tak pernah berhenti menyuarakan pentingnya peran keluarga dalam menjaga dan membina generasi muda. Inike Puspita Ningsih, Kasi Permasalahan Sosial Anak DPPPA, mengingatkan bahwa pencegahan bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat.
“Dalam banyak kasus, orang tua tidak menyadari perubahan perilaku anak mereka. Pengawasan yang kurang, komunikasi yang renggang, membuat anak-anak rentan menjadi korban, bahkan pelaku kekerasan,” ujarnya.
DPPPA Kota Sungai Penuh secara aktif menggelar edukasi dan sosialisasi ke sekolah-sekolah serta komunitas warga. Tujuannya jelas: menciptakan ruang aman bagi anak dan perempuan, sekaligus mendorong masyarakat untuk tidak segan melapor jika melihat atau mengalami kekerasan.
“Kami terus menghimbau kepada orang tua dan keluarga agar segera melapor jika melihat tanda-tanda kekerasan. Jangan tunggu sampai terlambat,” tegas Darnanto.
Penurunan angka kekerasan di tahun ini patut disyukuri, namun tidak boleh membuat lengah. Angka hanyalah permukaan; di baliknya ada luka, trauma, dan dampak jangka panjang yang tak terlihat. Dibutuhkan kerja sama semua pihak—orang tua, sekolah, pemerintah, dan masyarakat—untuk memastikan bahwa rumah, sekolah, dan lingkungan menjadi tempat yang benar-benar aman untuk anak dan perempuan.
Karena setiap anak dan perempuan berhak tumbuh dalam cinta, bukan luka.
(Dewi Wilonna)